Oleh: Rosi Gasanti, M.Pd
Abstrak
Penelitian ini berjudul Métode Démonstrasi dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa Bercerita Fabel (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMA Negeri 1 Tasikmalaya Kelas X-11). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar bercerita dengan menggunakan metode Demonstrasi dan mengetahui signifikansi penggunaan metode Demonstrasi dalam pembelajaran bercerita di kelas X SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan kelas X-11 sebagai sumber data. Variabel yang digunakan yaitu penggunaan metode Demonstrasi sebagai variabel bebas dan prestasi belajar bercerita (ngadongeng) siswa sebagai variabel terikat. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu tes dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik t test. Hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata hasil belajar bercerita (ngadongéng) siswa kelas X-11 sebelum menggunakan metode Demonstrasi yaitu kurang memuaskan dengan nilai rata-rata rendah yaitu (52,36) dan belum mencapai nilai KKM 75, sedangkan rata-rata hasil belajar setelah menggunakan metode Demonstrasi adalah sudah memuaskan dengan nilai rata-rata cukup tinggi yaitu (76,00) dan sudah mencapai nilai KKM 75. Signifikansi penggunaan metode Demonstrasi dalam meningkatkan hasil belajar bercerita yaitu meningkat dari 2,63% menjadi 57,90% Setelah dilakukan analisis statistik dengan t test diperoleh harga thitung>ttabel=21,17 > 2,56. Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa métode Démonstrasi adalah efektif dalam meningkatkan kemampuan bercerita (ngadongéng) siswa kelas X-11 SMA Negeri 1 Tasikmalaya.1)
Kata Kunci: Metode Demonstrasi, Kemampuan Bercerita, Fabel
Pendahuluan
Salah satu folklor yang terdapat dalam kehidupan masyarakat adalah cerita rakyat atau dongeng. Hal ini sesuai dengan pernyataan James Danandjaja (1994: 56) bahwa “Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbéda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat”. Dongeng termasuk dalam cerita pendek kolektif dalam kesusastraan lisan dan merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak terjadi (fiktif). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Iskandarwassid (1992: 32) yang menyatakan bahwa dongeng diwariskan secara turun temurun dan menyebar secara lisan. Karena menyebarnya secara lisan, tiap daerah pasti memiliki cerita dengan versi yang berbeda. Ciri-ciri dongeng di antaranya ceritanya pendek, kejadiannya mustahil, tokoh-tokoh, jalan cerita dan latarnya tidak masuk akal.
Jenis-jenis dongeng di antaranya : 1) Mite merupakan dongeng yang bercerita mengenai kehidupan makhluk halus, setan, jin maupun dewa-dewi. Contohnya adalah dongeng dewi sri. 2) Legenda merupakan cerita yang lahir di tengah masyarakat yang berhubungan dengan keaadan atau suatu peristiwa yang terjadi pada saaat itu dan mehirkan suatu asal usul suatu suatu nama daerah atau keadaan alam yang terjadi. Contohnya adalah legenda banyuwangi, malin kundang, legenda danau toba dll. 3) Fabel merupakan cerita yang mengangkat binatang sebagai tokoh dan menceritakan tentang kehidupan mereka.
Contohnya Sang kancil. 4) Hikayat merupakan sebuah dongeng yang berkisah tentang kehebatan ataupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan kesaktian, keanehan serta mukjizat tokoh utama. Contohnya, Hikayat Si Miskin, Hikayat Sri Rama. 5) Parabel adalah suatu dongeng yang menggunakan perumpamaan yang menggunakan kiasan kiasan yang bertujuan untuk mendidik pembacanya. Contohnya sepasang selot kulit. 6) Dongeng orang pendir adalah dongeng yang bersifat jenaka yang menceritakan tentang pengalaman pengalaman konyol maupun tingkah laku sang tokoh yang cerdik dan jenaka. Contohnya dongeng abu nawas.
Dongeng merupakan salah satu materi pengajaran bahasa Indonesia yang sudah tertera dalam kurikulum dan harus disampaikan sesuai dengan SKKD (Standar Kompetensi Kompetensi Dasar). Dalam kegiatan belajar mengajar, melatih kemampuan bercerita (mendongeng) pada siswa tidak cukup dengan diajarkan saja. Siswa tidak akan memperoleh kemampuan bercerita hanya dengan menunggu, mendengarkan, atau mencatat uraian guru. Kemampuan bercerita memerlukan latihan dan praktek yang berkelanjutan. Di samping menyusun rencana pembelajaran dapat disajikan dan proses belajar mengajar lebih efektif dengan perencanaan yang telah disusun.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab kurang berhasilnya pembelajaran, menurut rujukan-rujukan hasil observasi, dan hasil angket siswa yang diberikan sebelum perlakuan pembelajaran, di antaranya dalam penerapan metode-metode yang dilakukan pengajar untuk meningkatkan kemampuan bercerita, tidak semua berjalan dengan efektif. Guru lebih banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada menggunakan keterampilan bahasa. Di samping itu proses belajar mengajar lebih banyak didominasi oleh guru dan kurang memeberi kesempatan kepada siswa untuk berperan serta. Selain itu, tema yang dibawakan kurang menarik bagi siswa, siswa juga merasa terbatasi dalam menyampaikan saran dan ide. Sehingga tidak semua siswa mampu bercerita dengan baik, karena tidak semua siswa mempunyai dorongan untuk menyampaikan saran atau idenya.
Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan, banyak siswa SMA yang kemampuan berceritanya masih rendah. Hal ini terjadi karena siswa tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bercerita. Salah satu usaha untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan menggunakan metode pengajaran yang bisa membantu para siswa untuk meningkatkan kemampuan bercerita dengan baik. Metode pengajaran yang akan digunakan guru dalam pembelajaran harus lebih unggul, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menerapkan metode Demonstrasi yang diharapkan dapat membuat siswa tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Metode Demonstrasi merupakan salah satu metode pengajaran yang digunakan oleh guru dengan mendemonstrasikan materi pengajaran secara aktif dan kreatif serta didukung oleh keterampilan dalam menggunakan alat peraga. Siswa sebagai penyimak tidak hanya menyimak saja, tetapi pada ahirnya bisa mendemonstrasikan materi pengajaran dengan melaksanakan praktek-praktek dalam menggunakan bahasa, serta terampil dalam menggunakan alat peraga. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya metode ini harus didukung oleh alat peraga yang ada kaitannya dengan aspek bercerita.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimental merupakan suatu metode yang sistematis dan logis untuk melihat kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti, dengan memanifulasi suatu perlakuan, stimulus, dan kondisi-kondisi tertentu, kemudian mengamati pengaruh atau perubahan yang diakibatkan oleh manipulasi (Syamsudin dan Vismaia, 2007: 168). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen quasi yang mengambil bentuk penilaian pre-test post-test control group design.
Metode eksperimen quasi dipandang relevan digunakan karena (1) terpusat pada pemecahan masalah yang akurat, (2) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dianalisis kemudian disimpulkan, dan (3) adanya kelompok control dan sampel yang dipilih secara random. Dalam penelitian ini, desain yang digunakan adalah one group pretest dan postést design. Mékanisme penelitian kuasi ékspérimén digambarkan dalam table dibawah.
Mekanisme Penelitian Kuasi Ékspérimén
O1 | X | O2 |
O1 : pretést
O2 : postést
X : pengajaran bercerita (mendongeng) métode Démonstrasi (Sugiyono, 2006: 116).
X merupakan pengajaran bercerita (mendongeng) menggunakan metode Demonstrasi , sedangkan O1 yaitu pretest dan O2 yaitu posttest atau observasi yang dilaksanakan setelah X berlangsung. Pengaruh X dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil O1 dan O2 dalam situasi yang terkontrol.
Teknik Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Teknik Tes
Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes lisan, dalam artian siswa diperintah untuk bercerita di depan kelas. Tes dilakukan untuk mendapatkan data hasil bercerita sebelum dan setelah menggunakan metode demonstrasi. Dalam penelitian ini, dilakukan dua kali tes yaitu pretest dan postest. Pterest dilakukan untuk mengetahui kemampuan bercerita siswa sebelum menggunakan metode Demonstrasi. Sedangkan postest dilakukan untuk mengetahui kemampuan bercerita siswa setelah menggunakan metode Demonstrasi.
Tehnik Observasi
Tehnik observasi dilakukanuntuk mendapatkan gambaran situasi selama berlangsungnya pengajaran bercerita di dalam kelas. Yang menjadi observer dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran bahasa Indonesia di Kelas.
Sumber Data
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-11 SMA Negeri 1 Tasikmalaya jalan Rumah Sakit No. 28 Tasikmalaya dengan jumlah siswa 38 orang. Dalam penelitian ini terdapat dua variable penelitian yaitu variable bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah penerapan metode demonstrasi (X) sedangkan variable terikatnya adalah kemampan bercerita (mendongeng) siswa (Y). Hubungan antara variabel tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
| Y | ||||
|
|
Keterangan:
X = Variabel bebas
Y = Variabel terikat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dongeng sebagai Folklor
Salah satu folklor yang terdapat dalam kehidupan masyarakat adalah cerita rakyat atau dongeng. Hal ini sesuai dengan pernyataan James Danandjaja (1994: 56) bahwa “Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbéda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat”. Dongeng termasuk dalam cerita pendek kolektif dalam kesusastraan lisan dan merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak terjadi (fiktif). Folklor lisan yang sampai saat ini yang masih berkembang adalah dongeng. Persebaran dongeng dari mulut ke mulut semakin merata. Walaupun penyampaian secara leluri (dari mulut ke mulut) itu pasti ada penambahan dan pengurangan cerita aslinya tetapi masih dalam konsep cerita yang sama intinya. Paham monogesesis adalah kajian sastra lisan yang mencari asal-usul dongeng dari satu keturunan. Induk sastra lisan adalah satu, yang asli, dan yang lain hanya penyebaran (difusi).
Dongeng termasuk dalam cerita pendek kolektif dalam kesusastraan lisan dan merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak terjadi (fiktif). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Iskandarwassid (1992: 32) yang menyatakan bahwa dongeng diwariskan secara turun temurun dan menyebar secara lisan. Dongeng adalah cerita yang dikarang dan diceritakan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang. Cerita itu bisa dibuat karena terinspirasi dari suatu peristiwa. Di dalamnya segala sesuatu bisa terjadi: Gunung Tangkuban Perahu berasal dari perahu yang ditendang Sangkuriang, danau Situ Bagendit terjadi karena lidi yang dicabut mengeluarkan air yang banyak, dan lain-lain.
Dongeng termasuk prosa lama yang memiliki batasan cerita khayal yang penuh berisi hal-hal yang sukar dapat diterima oleh akal manusia. Seperti halnya prosa lama lainnya dongeng juga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (a) Dipengaruhi oleh agama hindu atau Islam, (b) Banyak terdapat pepatah dan petitih, (c) Menggunakan bahasa klise, (d) Bersifat kurang dinamis, (e) Nama pengarang tidak tertulis, dan (f) Isi banyak khayalan.
Metode Demonstrasi Dalam Pembelajaran Bercerita (Mendongeng)
Mendongeng adalah merupakan keterampilan berbahasa lisan yang bersifat produktif yang menjadi bagian dari keterampilan berbicara. Keterampilan mendongeng sangat penting bagi untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi juga sebagai pengembangan ketrampilan seni. Mendongeng adalah menceritakan dongeng yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi; terutama tentang kisah zaman dulu.
Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai pada umumnya menggabungkan penjelasan dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan, barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatannya telah dicoba lebih dahulu sebelum didemonstrasikan.
Metode demonstrasi cocok digunakan apabila :
a) Untuk memberikan latihan keterampilan tertentu kepada siswa.
b) Untuk memudahkan penjelasan yang diberikan agar siswa langsung mengetahui.
c) Untuk membantu siswa dalam memahami suatu proses secara cermat.
Dalam mempersiapkan Metode demonstrasi, harus memperhatikan perumusan tujuan yang jelas, menetapkan garis besar langkah domonstrasi, mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan, penetapan rencana untuk menilai kemajuan siswa. Berikut adalah hasil penelitian pada pembelajaran bercerita fabel dengan menggunakan Metode Demonstrasi.
TABEL 1 Kriteria Penilaian
No | Sasaran | Aspek |
1 | Bahasa | LafalIntonasi |
2 | Isi | Pemahaman isiSistematika Isi |
3 | Teknik/Gaya | GerakMimik Keterampilan menggunakan Alat Peraga |
TABEL 2 Skala Penelitian
Sasaran | Aspek | Skala Nilai | Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
Bahasa | Lafal | ||||||
Intonasi | |||||||
Isi | Pemahaman isi | ||||||
Sistematika isi | |||||||
Tehnik / gaya | Gerak dan MimikKeterampilan menggunakan alat peraga | ||||||
Jumlah |
Skor yang Dicapai
Skor Ahir (Nilai) = ————————– x Skor Idéal
(100) = Skor Total
TABEL 3 Hasil Penelitian
Keterampilan Bercerita dengan Metode Demonstrasi
Keterampilan Bercerita dengan Metode Demonstrasi | Rata-rata | Keterangan |
Sebelum (Pretest) | 52,36 | Ada peningkatan skor dengan selisih 23.64 |
Sesudah (Postest) | 76,00 |
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai pratest siswa dalam pembelajaran sebelum menggunakan metode Demonstrasi adalah 52,36. Kemudian setelah menggunakan metode Demonstrasi nilai siswa mengalami peningkatan yaitu menjadi 76,00 dengan selisih 23,64. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan bercerita fabel siswa setelah (posttest) dengan menggunakan metode Demonstrasi lebih baik dibandingkan sebelum (pretest).
TABEL 4 Hasil Rata-rata Penelitian dengan Memerhatikan Beberapa Aspek
Sasaran | Aspek | Pretest | Postest |
Bahasa | Lafal | 2,86 | 4,03 |
Intonasi | 2,70 | 3,70 | |
Isi | Pemahaman Isi | 2,89 | 3,84 |
Keterampilan Isi | 2,61 | 3,86 | |
Teknik/ Gaya | Gerak/Mimik | 2,53 | 3,68 |
Keterampilan menggunakan alat peraga | 2,30 | 3,60 |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa adanya peningkatan kemampuan siswa kelas X-11 dalam pengajaran bercerita setelah menggunakan metode Demonstrasi. Hal ini berdasarkan pada meningkatnya kemampuan siswa dalam beberapa aspek bercerita yang dinilai, di antaranya: 1) aspek lafal yang pada awalnya 2,86 meningkat menjadi 4,03; 2) aspek intonasi yang pada awalnya 2,70 meningkat jadi 3,70; 3) aspek pemahaman isi yang pada awalnya 2,89 meningkat jadi 3,84; 4) aspek sistematika isi yang pada awalnya 2,61 meningkat jadi 3,86; 5) aspek mimic dan gerak yang pada awalnya 2,53 meningkat jadi 3,68; 6) aspek penggunaan alat peraga yang pada awalnya 2,30 meningkat jadi 3,60.
TABEL 5 Persentasi Rata-rata Nilai Bercerita Siswa Setelah Menggunakan Metode Demonstrasi
PRETEST | POSTEST |
2,63% – 97,37% | 57,90%-42,90% |
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa ada beda yang signifikan pada kemampuan bercerita siswa kelas X-11 sebelum dan setelah menggunakan metode Demonstrasi. Sebelum menggunakan metode Demonstrasi terdapat 2,63% siswa yang telah mampu bercerita dan 97,37% siswa belum mampu bercerita. Setelah menggunakan metode Demonstrasi, kemampuan siswa dalam bercerita mengalami peningkatan, yaitu siswa yang mampu bercerita 57,90% dan 42,10% siswa belum mampu bercerita dengan baik.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian metode Demonstrasi dalam pengajaran bercerita dongeng fabel Kancil dan Buaya Kelas X-11 SMA Negeri 1 Tasikmalaya, dapat disimpulkan seperti di bawah ini.
- Kemampuan bercerita siswa kelas X-11 sebelum menggunakan metode. Demonstrasi yaitu kurang memuaskan, hal ini dibuktikan dari hasil rata-rata pratest siswa yang masih rendah, yaitu dengan rata-rata skor 52,36. Sedangkan kemampuan bercerita siswa kelas X-11 setelah menggunakan metode Demonstrasi yaitu memuaskan, karena hasil postest siswa sudah mencapai dengan rata-rata skor yang tinggi yaitu 76,00.
- Meningkatnya kemampuan siswa kelas X-11 dalam pengajaran bercerita setelah menggunakan metode Demonstrasi. Hal ini berdasarkan pada meningkatnya kemampuan siswa dalam beberapa aspek bercerita yang dinilai, di antaranya: 1) aspek lafal yang pada awalnya 2,86 meningkat menjadi 4,03; 2) aspek intonasi yang pada awalnya 2,70 meningkat jadi 3,70; 3) aspek pemahaman isi yang pada awalnya 2,89 meningkat jadi 3,84; 4) aspek sistematika isi yang pada awalnya 2,61 meningkat jadi 3,86; 5) aspek mimik dan gerak yang pada awalnya 2,53 meningkat jadi 3,68; 6) aspek penggunaan alat peraga yang pada awalnya 2,30 meningkat jadi 3,60.
- Ada beda yang signifikan pada kemampuan bercerita siswa kelas X-11 sebelum dan setelah menggunakan metode Demonstrasi. Sebelum menggunakan metode Demonstrasi terdapat 2,63% siswa yang telah mampu bercerita dan 97,37% siswa belum mampu bercerita. Setelah menggunakan metode Demonstrasi, kemampuan siswa dalam bercerita mengalami peningkatan, yaitu siswa yang mampu bercerira 57,90% dan 42,10% siswa belum mampu bercerita dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek-praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsjad dan Mukti. (1987). Pembelajaran Berbicara.Jakarta: Rineka Cipta.
Danandjaja. (1986). Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (2006).Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: Disdik.
Iskandarwassid. (1992). Kamus Istilah Sastra. Bandung: Geger Sunten.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta.